Jumat, 31 Maret 2017

AKU “MUTIARA” YANG “TERKUCILKAN”

Oktavia Lazadi, gadis kecil dengan senyum tulus yang mempesona. Lahir di desa Parseba, 24 Oktober 2010. Okta mempunyai seorang saudara bernama Upan. Putri dari Bapak Hamid Lasadi ini adalah anak binaan TK Tangan Pengharapan, di desa Soamaetek, Halmahera Utara. Pemiliki senyum indah memiliki kemampuan akademik diatas rata-rata. Ia sudah bisa membaca, berhitung, bahkan sudah bisa mengerjakan soal penjumlahan bersusun dan berdoa dalam bahasa inggris. Anak ini sangat rajin mengikuti les tambahan yang saya berikan di malam hari.
Melihat senyum ceria Oktavia, terkadang membuat hati kecil ini bergejolak. Di balik senyuman tulusnya, Okta sering mendapat perlakuan yang tidak adil, teman sebayanya tidak mau berteman, dan tidak mau berpegangan tangan dengannya karena ibu dan neneknya terserang penyakit kulit. Walau demikian, hal ini tak pernah menghalangi okta untuk terus semangat belajar, kemampuan akademiknya bahkan mengalahkan anak-anak FLC yang sudah duduk di bangku Sekolah Dasar. Okta, sering membantu saya mengajar teman-temanya membaca. Okta juga memiliki kepekaan yang tinggi untuk membantu sesama, beberapakali saya mendapati okta membuka sepatu adik kelasnya yang hendak masuk belajar di kelas. Mutiara terkucilkan ini menjadi “guru” bagi saya bahwa terkucilkan dan hidup sederhana tidak menjadi penghalang untuk berprestasi dan peduli dengan semua orang. Saya berdoa dan berharap “Mutiara kecil” akan meraih impiannya dan mengubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.


“MEANINGFUL MOMENT”

Menjadi guru pedalaman Yayasan Tangan Pengharapan, di Halmahera Utara, Propinsi Maluku Utara merupakan anugerah bagi saya di mana saya dapat melihat potret pendidikan anak pedalaman dan turut menikmati culture dan budaya masyarakat setempat. Saat menginjakan kaki didesa Soamaetek, Kao Barat pada tanggal 14 Agustus 2016, mata saya meyaksikan potret wanita Halmahera yang kuat dan tangguh dengan memakai tas punggung tradisional yang berbentuk bundar yang mengerucut kebawah “Saloi”. Saloi dengan muatan berupa hasil kebun, seperti “batata”/singkong, dan kayu bakar tentu tidaklah mudah untuk dibawah. Saya juga melihat betapa tidak mudahnya kaum pria Halmahera dalam membuat “kopra”. Melihat kedua potret ini membuat saya teringat akan perjuangan dan kerja keras kedua orang tua saya dalam membesarkan dan mendidik saya. Saat mengikuti upacara HUT Proklamasi RI di Kecamatan Kao Barat, saya kembali terpana dengan olahan berbagai jenis pangan lokal yang disajikan oleh ibu PKK yang mengikuti lomba. Menu yang disajikan merupakan olahan pangan lokal seperti “sabeta” atau ulat sagu, nasi bulu, nasi jaha, “ikan kobos”/ikan gabus, dan olahan sejenis belut “sogili”.
Di Center Tangan Pengharapan Halmahera saya mengajar pagi dan siang hari. Pagi saya mengajar di Taman Kanak-kanak dan siang hari mengajar di Feeding & Learning Center. FLC merupakan salah satu program YTP untuk memberikan makanan tambahan dan pendidikan secara gratis di center-center yang tersebar diseluruh wilayah pedalaman Indonesia. Mengajar di Taman Kanak-kanak merupakan pengalaman mengajar saya yang pertama. Awalnya saya mengalami kesulitan karena anak-anak kecil yang belum terbiasa dengan guru baru dan kendala bahasa. Namun, hal ini tak bertahan lama hanya dalam 3 hari kesulitan ini teratasi dan anak-anak semakin akrab dan senang belajar dengan saya. Selama mengajar di TK Tangan Pengharapan didesa Kai Atas saya dibuat kagum dengan peningkatan hasil belajar anak didik saya yang rata-rata sudah mampu membaca 4 huruf, berhitung, dan begitu semangat saat bernyanyi. Bahkan anak didik saya mampu meraih juara 1 dan 2 lomba cerdas cermat antar TK Tangan Pengharapan di Halmahera. Saya juga dibuat kagum oleh salah satu anak didik saya Astince yang memiliki kesadaran untuk “peduli” dengan sesama.
Ini merupakan pengalaman berharga bagi saya untuk terus belajar bersyukur dengan apa yang saya miliki dan membagi semua potensi yang saya miliki untuk kemajuan Generasi Bangsa, khususnya anak pedalaman yang belum mencicipi pendidikan yang layak dan merata. Saya juga bersyukur bisa melihat dan merasakan kehidupan masyarakat pedalaman yang sederhana dengan cultur budaya yang berbeda namun tetap satu Indonesia. Maju terus generasi bangsa Pedalaman Halmahera Utara, Raih impianmu dan jadilah generasi masa depan yang berdampak. (Arianto_S)

Add caption